Rabu, 09 September 2009

BANDUNG dan DISTRO

Bandung bukan saja ibu kota Priangan, tetapi juga ibu kota per-kaos-an. Di ibu kota Provinsi Jawa Barat ini, kaos oblong alias T-shirt telah menjadi industri rakyat. Kaos menjadi penghidupan ribuan orang yang terlibat dalam proses
pembuatannya. Mulai dari pabrik-pabrik textile yang bertebaran dipinggiran kota Bandung, toko bahan-bahan textile di sepanjang jalan Otto Iskandardinata dan Tamim. Belum termaksud usaha kecil dan perorangan yang menawarkan
jasa(maklon) potong, sablon, jahit, bordir, packing, dll. Ditambah lagi dengan menjamurnya Factory Outlet dan Distro disekitar kawasan Dago dan jalan Riau, dari yang bermodal besar, sedang, kecil sampai yang bermodal dengkul semua
berkumpul di kota ini dengan tujuan yang sama, mencari penghidupan dari yang namanya kaos.

Sungguh suatu potensi yang besar dari kota ini yang tak dimiliki oleh kota lain di Indonesia, tak salah jika Bandung dijuluki Paris Van Java menggingat perkembangan akan mode fashionnya yang begitu cepat. Industri kaos di Bandung tumbuh sejak tahun 1980-an. Pada awal era itu, usaha kaos dikerjakan beberapa produsen saja, seperti C59, Christine Collection, dan Q. Setelah krisis moneter tahun 1997, kaos impor dari mancanegara semakin mahal. Akhirnya banyak yang memproduksi sendiri untuk dijual di pasar dalam negeri. Tahun 2000-an, berkembang kaos yang diproduksi di rumahan untuk dipasarkan di jaringan distro, seperti dengan merek 347, Ouval, Airplane, Evile, Eat, dll.

Jika kita tengok kawasan Suci, sentra industri kaos di seputar Jalan Surapati- Cicaheum, Bandung. Dikawasan ini tak kurang dari 300 produsen kaos skala usaha kecil. Industri kaos di daerah Suci ini tumbuh justru ketika krisis ekonomi tengah melanda negeri ini tahun 1998. Orang-orang yang kehilangan pekerjaan saat itu bertahan hidup dengan menyablon kaos dan mendirikan warung kaos di
sekitar Suci. Dan terbukti kaos memberi mereka kehidupan sampai hari ini.

Jumlah perajin kaos rumahan di Bandung sekitar 800 orang. Adapun jumlah produsen kaos pabrikan di Bandung sekitar 100 pabrik. Kelompok distro di Jalan Sultan Agung-Trunojoyo sekitar 20-an toko distro. Itu belum termasuk di pelosok
lain Bandung seperti Jalan Riau, Sultan Agung, dan lainnya. Soal merek yang banyak beredar dan dikenal di Bandung, mungkin jumlahnya mencapai 500 merek.

Hal inilah yang menjadikan inspirasi bagi anak-anak muda diluar kota Bandung untuk mengikuti jejak rekan-rekan mereka di Bandung. Di Jakarta dan beberapa kota besar di Indonesia mulai berdiri Distro - Distro dengan konsep yang sama seperti di Bandung, dan sebagian besar dari mereka tetap mendapatkan stock toko dari Bandung. Kenapa Bandung? karena Bandung sudah menjadi acuan, tidak hanya karena mode tapi juga dari segi kualitas bahan, sablon dan kreatifitas anak-anak mudanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar